Jakarta,(CYBER24.CO.ID) – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti keberadaan 537 perusahaan kelapa sawit yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) namun belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja perdana bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Gedung Nusantara II, Jakarta Pusat, Jumat (30/5).
Dalam pemaparannya, Menteri Nusron menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi ketentuan hukum terkait pengelolaan lahan perkebunan. Salah satu bentuk sanksi yang akan dikenakan adalah kewajiban pembayaran pajak khusus, yang saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Sanksi utamanya adalah kewajiban membayar pajak. Tapi pembayaran itu bukan berarti langsung mendapatkan HGU. Semuanya tergantung pada itikad baik perusahaan dan penilaian dari pemerintah,” tegas Nusron.
Ia menambahkan bahwa saat ini Kementerian ATR/BPN tengah menahan sementara proses pengajuan dan penerbitan HGU untuk perusahaan-perusahaan tersebut, sambil menunggu proses penertiban secara menyeluruh.
Berdasarkan data dari tahun 2016 hingga Oktober 2024, sebanyak 537 perusahaan kelapa sawit diketahui hanya memiliki IUP tanpa dilengkapi HGU, dengan total luas lahan mencapai sekitar 2,5 juta hektare. Menteri Nusron menargetkan proses penertiban ini dapat diselesaikan dalam waktu 100 hari kerja.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk penegakan terhadap regulasi yang berlaku, khususnya mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 tanggal 27 Oktober 2016 yang menafsirkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Dalam keputusan tersebut ditegaskan bahwa perusahaan perkebunan harus memiliki baik IUP maupun HGU secara bersamaan, bukan salah satu saja.
“Dulu boleh salah satunya—punya IUP atau HGU. Tapi setelah keputusan Mahkamah Konstitusi, sekarang wajib punya keduanya,” jelas Menteri Nusron.
Rapat kerja ini turut dihadiri oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, serta jajaran Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN. Dari pihak DPR RI, hadir Ketua Komisi II Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, para wakil ketua, dan sejumlah anggota Komisi II.
Langkah tegas ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan perusahaan terhadap regulasi pertanahan serta mempercepat penyelesaian sengketa dan tata kelola lahan di sektor perkebunan secara nasional.(Red)