Jakarta,(CYBER24.CO.ID) – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran anggota tim legal PT Wilmar Group, MSY, yang diduga memberikan suap senilai Rp60 miliar untuk memuluskan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan kronologi pemberian suap tersebut dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/4) malam.
Qohar memaparkan, dugaan suap bermula dari pertemuan antara tersangka WG (Wahyu Gunawan), seorang panitera muda perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, dengan tersangka AR (Ariyanto), seorang advokat yang menjadi penasihat hukum korporasi dalam kasus korupsi CPO.
“Pada saat itu, Wahyu Gunawan (WG) menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah (CPO) harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal, bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” ujar Qohar. WG kemudian meminta AR untuk menyiapkan dana pengurusan perkara.
Informasi ini kemudian disampaikan AR kepada tersangka MS (Marcella Santoso), seorang advokat yang juga mewakili korporasi. MS selanjutnya menemui tersangka MSY, yang menjabat sebagai Head Social Security Legal PT Wilmar Group, di sebuah restoran di Jakarta Selatan.
“Dalam pertemuan tersebut, MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dari WG, yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” lanjut Qohar.
Sekitar dua minggu kemudian, WG kembali menghubungi AR dan mendesak agar perkara segera diurus. AR kembali menyampaikan hal ini kepada MS, yang kemudian bertemu lagi dengan MSY di lokasi yang sama. Dalam pertemuan itu, MSY menyampaikan bahwa dana yang disiapkan oleh pihak korporasi adalah sebesar Rp20 miliar.
Menindaklanjuti hal tersebut, AR, WG, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, bertemu di sebuah restoran di Jakarta Timur. MAN menyatakan bahwa perkara korupsi CPO tidak dapat diputus bebas, namun dapat diputus lepas (ontslag), dengan permintaan dana sebesar Rp60 miliar atau tiga kali lipat dari yang sebelumnya disiapkan.
Setelah pertemuan tersebut, WG meminta AR untuk segera menyiapkan Rp60 miliar. Permintaan ini diteruskan kepada MS, yang kemudian menyampaikannya kepada MSY. “MS menghubungi MSY dan dalam percakapan itu, MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS ataupun dolar Singapura,” kata Qohar.
Sekitar tiga hari kemudian, MSY menginformasikan bahwa dana yang diminta telah siap. AR kemudian menemui MSY di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, untuk menerima uang tersebut. Selanjutnya, AR mengantarkan uang tersebut ke kediaman pribadi WG. WG kemudian menyerahkan uang tersebut kepada MAN, dan saat penyerahan itu, MAN memberikan 50.000 dolar AS kepada WG.
Atas perbuatannya, tersangka MSY dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus ini, yaitu WG (Wahyu Gunawan), MS (Marcella Santoso), AR (Ariyanto), MAN (Muhammad Arif Nuryanta), serta tiga hakim yang menjatuhkan putusan ontslag: DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).
Putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Rabu (19/3).
Dalam putusan tersebut, majelis hakim yang terdiri dari tersangka DJU, ASB, dan AM menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa korporasi (PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group) terbukti sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider JPU, namun bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging), sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan.
Hasil pemeriksaan Kejagung mengungkap fakta bahwa ketiga anggota majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas tersebut menerima uang suap yang bersumber dari tersangka MAN, yang sebelumnya menerima Rp60 miliar dari tersangka MSY.
(Agus)