Pelalawan,(CYBER24.CO.ID) – Dugaan terjadinya pernikahan anak di bawah umur di Desa Angkasa, Kecamatan Bandar Petalangan, menjadi perhatian publik usai informasi mengenai akad tersebut beredar luas. Pasangan yang disebut masih berusia di bawah ketentuan undang-undang itu dinikahkan oleh seorang imam setempat, sehingga menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai legalitas, pertimbangan moral, serta kepatuhan pada aturan negara.
Saat tim wartawan berupaya melakukan konfirmasi kepada imam yang diduga menikahkan pasangan tersebut, yang bersangkutan belum dapat memberikan tanggapan karena mengaku masih sibuk. Pihak redaksi telah mencoba menghubungi melalui WhatsApp, namun hingga berita ini diturunkan belum ada pernyataan resmi terkait alasan pelaksanaan akad, usia mempelai, maupun status administratif pernikahan tersebut.
“Iya pak, saya lagi sibuk, ya,” jawabnya dengan singkat. Senin (24/11/2024).
Ketiadaan klarifikasi dari pihak imam menambah sorotan publik, terlebih pernikahan anak di bawah umur di Indonesia mensyaratkan dispensasi dari Pengadilan Agama.
Seorang tokoh masyarakat Desa Angkasa yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa praktik pernikahan anak membawa kekhawatiran sosial di tengah warga.
“Secara sosial ini tidak baik. Walaupun secara syariat mungkin dianggap memenuhi syarat sunnah, tetap saja kedua mempelai ini masih anak-anak. Laki-laki dari desa sebelah, perempuan dari desa sebelah, tapi akadnya dilakukan di desa kami. Kami juga belum tahu apakah ada dispensasi dari pengadilan agama atau KUA. Hal seperti ini harusnya lebih berhati-hati,” ujarnya.
Pendapat juga disampaikan oleh seorang alim ulama, Ustadz H. Muslimin, S.Pd.I, yang menyebut bahwa meskipun syariat memperbolehkan pernikahan selama memenuhi rukun dan syarat, aspek kemaslahatan dan aturan negara tidak boleh diabaikan.
“Kalau syarat sunnah terpenuhi, secara agama mungkin tidak masalah. Tetapi karena mempelai masih di bawah umur, secara administrasi negara itu tentu tidak bisa dicatat. Ada alasan-alasan tertentu yang mungkin membuat keluarga memilih menikahkan anak, namun tetap harus memperhatikan aturan serta kemaslahatan mereka,” tuturnya.
Hingga saat ini warga Desa Angkasa masih menunggu kejelasan terkait dasar hukum pelaksanaan pernikahan tersebut. Warga berharap aparat desa, KUA, maupun pihak Pengadilan Agama dapat memberikan penjelasan agar persoalan ini tidak menjadi polemik berkepanjangan.
Menurut salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya bahwa untuk memastikan perlindungan terbaik bagi anak-anak yang terlibat dalam peristiwa ini, karna menyangkut kesiapan mental dan proses panjang kedepan, seharusnya KUA juga lakukan pengecekan bahkan pembinaan kepada oknum imam atau tokoh agama yang menikahkan pasangan dibawah umur tersebut.
“Hingga saat ini, kami belum mengetahui apakah keluarga kedua mempelai telah mengajukan dispensasi atau apakah pernikahan dilakukan secara resmi melalui KUA atau hanya secara agama. Kami berharap pihak terkait dapat memberikan keterangan agar peristiwa ini tidak menimbulkan spekulasi,” tuturnya.(Tim)



























