Pelalawan,(CYBER24.CO.ID) – Dewan Pimpinan Pusat Forum Pembela Hak-Hak Masyarakat Tempatan (FPHMT) Provinsi Riau secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Laporan tersebut dilayangkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan pada Senin 9 Juni 2025, menyusul temuan pelanggaran berat atas penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) di kawasan hutan lindung.
Dikonfirmasi kepada Kepala Desa Lubuk Kembang Ir. H. Rusi Chairus Slamet. Tentang dugaan keterlibatan penjualan lahan hutan lindung TNTN dan menerima bagian uang panjar pembelian dan penerbitan surat SKT, namun chat WhatsApp nya menerima hanya checlist satu dan tanpa ada balasan untuk ditanggapinya. Kamis (12/6).
Dalam surat laporan yang ditandatangani oleh Ketua Umum FPHMT, Harapan AN, Bsc, disebutkan bahwa Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga diduga kuat telah menjual lahan hutan lindung seluas 100 hektar secara bersama-sama dengan korporasinya, serta menerbitkan SKT tanpa memiliki kewenangan yang sah. FPHMT menilai tindakan tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan melanggar ketentuan hukum terkait kehutanan dan korupsi.
“Kami menemukan bahwa praktik tersebut melibatkan pemberian uang panjar sebesar Rp180 juta kepada Kepala Desa dan uangnya dibagi-bagi sesuai kedudukan dan jabatannya masing-masing untuk memuluskan penerbitan SKT. Panjar tersebut diduga diberikan oleh pihak pembeli atas nama LH,” tutur Harapan AN, Bsc.
Dalam surat tersebut juga dilampirkan sejumlah bukti pendukung, termasuk kuitansi pembayaran, surat pernyataan, dan berita acara yang menguatkan dugaan adanya persekongkolan antara oknum desa dan pihak lain untuk menjual lahan secara ilegal. FPHMT mendesak agar Kejaksaan Negeri Pelalawan segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus ini.
Selain melanggar UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 dan KUHP Pasal 426, tindakan ini juga dianggap bertentangan dengan UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001, yang menjerat pelaku penyalahgunaan jabatan dalam proses jual beli tanah negara atau kawasan lindung untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
FPHMT menilai bahwa Kepala Desa telah menyalahgunakan jabatannya bukan hanya dengan menerbitkan SKT, tetapi juga dengan memfasilitasi transaksi ilegal atas lahan yang seharusnya dilindungi oleh negara. Praktik ini dinilai sebagai bentuk korporasi liar yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
Dukungan dari berbagai pihak terus mengalir terhadap langkah hukum yang diambil oleh FPHMT. Salah satunya datang dari Amri Koto, Ketua DPD Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) Kabupaten Pelalawan, yang menilai bahwa kasus ini harus ditangani secara serius dan terbuka. Menurutnya, kawasan hutan lindung adalah aset negara yang tidak bisa diperdagangkan secara sembarangan, apalagi jika dilakukan dengan melibatkan aparatur desa.
“Jika itu benar mereka harus segera diperiksa oleh Kejari Pelalawan, dan mengembalikan lahan tersebut kepada negara sesuai dengan peruntukannya dengan peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Amri Koto, juga menambahkan bahwa peran media dan masyarakat sipil sangat penting dalam mengawal proses hukum kasus ini. Ia mengingatkan bahwa jika pembiaran terus terjadi, praktik serupa dapat terulang di wilayah lain dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup. Ia pun mendesak agar pemerintah daerah dan instansi terkait segera turun tangan, tidak hanya sebatas mengusut tuntas perkara, tetapi juga memastikan bahwa seluruh kawasan hutan lindung di Kabupaten Pelalawan tetap terlindungi dari eksploitasi ilegal yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Sebagai bentuk keseriusan, laporan ini juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung RI, serta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa FPHMT menaruh perhatian besar terhadap penegakan hukum atas kasus ini dan berharap agar segera ditindaklanjuti.
Harapan AN, Bsc, juga menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya tentang legalitas administrasi, melainkan menyangkut tanggung jawab moral dan hukum dalam menjaga kelestarian lingkungan serta mencegah praktik korupsi di tingkat desa. Ia berharap aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan.
“Dengan berbagai temuan dan bukti yang telah dikumpulkan, Kami berharap Kejaksaan Negeri Pelalawan dapat memberikan perhatian khusus dan segera memproses kasus ini demi keadilan serta penyelamatan kawasan hutan lindung yang menjadi warisan penting bagi generasi mendatang,” ucap Ketua FPHMT, Harapan Nainggolan. TIM.