Sikka,(CYBER24.CO.ID) – Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali dikejutkan dengan dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap anak di bawah umur. Kasus ini melibatkan seorang anggota polisi berinisial IPDA ID yang bertugas di Pospol Paruman, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT.
Menurut laporan, IPDA ID diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang siswi SMP berusia 15 tahun. Modus yang digunakan pelaku adalah dengan melakukan panggilan video (video call) dan membujuk korban untuk melakukan hubungan seksual dengan iming-iming sejumlah uang. Bahkan, pelaku dilaporkan menunjukkan alat vitalnya saat melakukan panggilan video tersebut.
Korban, yang merasa trauma dengan perbuatan pelaku, akhirnya melaporkan kejadian tersebut bersama orang tuanya ke Propam Polres Sikka. Kasi Humas Polres Sikka, IPTU Yermi Soludale,Kamis (20/3) membenarkan adanya laporan tersebut dan menyatakan bahwa pelaku telah dicopot dari jabatannya untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
“Kasus dugaan pelecehan seksual tersebut telah dilaporkan oleh korban bersama orang tuanya ke Propam Polres Sikka. Pelaku telah dicopot dari jabatannya untuk proses hukum selanjutnya,” ujar IPTU Yermi Soludale.
Informasi yang dihimpun, istri pelaku sempat berupaya mendekati korban dan keluarganya untuk berdamai, namun upaya tersebut ditolak. Kasi Humas Polres Sikka menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tidak akan diselesaikan melalui jalur damai dan akan tetap diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menambah daftar panjang kasus kejahatan seksual yang melibatkan oknum polisi di NTT. Sebelumnya, kasus serupa juga melibatkan AKBP Fajar Widyaharma Lukaman, mantan Kapolres Ngada, yang saat ini sedang dalam proses penyelidikan oleh Mabes Polri.
Rentetan kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat NTT. Aliansi Masyarakat NTT, yang dimotori oleh SAKSIMINOR (Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan), menggelar aksi dan menyerahkan surat pernyataan sikap kepada Polda NTT.
Dalam surat pernyataan tersebut, mereka menyampaikan 12 tuntutan, termasuk mendesak pihak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus-kasus kejahatan seksual oleh oknum polisi secara transparan dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Mereka juga meminta masyarakat dan media untuk mengawal kasus ini serta memberikan perlindungan kepada korban dan saksi.
Seorang ibu di Kota Kupang yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan oknum polisi tersebut. Ia menyebut perbuatan mereka sebagai “pagar makan tanaman” dan mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk mengambil tindakan tegas demi menegakkan keadilan bagi para korban.
(Yohanes)