Kupang,(CYBER24.CO.ID) – Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dikenal sebagai daerah toleransi dengan nilai-nilai agama dan budaya yang kuat, menghadapi kenyataan pahit. Data dari Kantor Wilayah Pemasyarakatan NTT mengungkapkan bahwa 75% dari 3.052 narapidana di 18 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di provinsi ini terlibat dalam kasus kejahatan seksual, terutama terhadap anak di bawah umur dan perempuan dewasa.
Kepala Kantor Wilayah Pemasyarakatan NTT, Maliki, mengungkapkan fakta mencengangkan ini pada 1 April 2025. Para pelaku kejahatan seksual ini berasal dari berbagai latar belakang usia, mulai dari 12 hingga 65 tahun, dan profesi, dari kalangan ekonomi menengah ke bawah hingga aparat penegak hukum.
“Tingginya persentase kejahatan seksual ini mengindikasikan adanya kerusakan moral dan etika yang serius di NTT,” ujar Maliki, Senin (3/4).
Ironisnya, di tengah maraknya kegiatan ibadah dan pembinaan rohani, angka kejahatan seksual tetap tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas ajaran agama dalam membentuk moral dan etika masyarakat.
Faktor-faktor Penyebab Kejahatan Seksual
Diskusi dengan berbagai pihak mengungkapkan kompleksitas faktor penyebab kejahatan seksual, antara lain:
Faktor Internal:
* Nafsu yang tidak terkontrol
* Dendam dan keinginan buruk
* Emosi yang tidak stabil
* Iman dan moral yang dangkal
* Lemahnya pengendalian diri
Faktor Eksternal:
* Penyalahgunaan teknologi
* Lingkungan yang tidak mendukung
* Adanya kesempatan untuk melakukan kejahatan
Faktor Sosial:
* Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang kekerasan seksual
* Kurangnya pengawasan orang tua dan masyarakat
* Budaya patriarki
Faktor Ekonomi:
* Kemiskinan dan kesulitan ekonomi
* Kurangnya akses pendidikan dan pekerjaan
* Tekanan ekonomi
* Kurangnya hiburan yang sehat
* Lemahnya pengawasan dan pengendalian dari masyarakat.
* Hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera.
* Mental dan moral yang dangkal/rusak.
Berbagai upaya pencegahan diusulkan, meliputi:
1. Pendidikan Kesadaran:
Memberikan pendidikan tentang kekerasan seksual dan cara melindungi diri, terutama kepada anak-anak dan perempuan.
2. Pengawasan:
Meningkatkan pengawasan orang tua dan masyarakat.
3. Penguatan Moral dan Etika:
Meningkatkan pembinaan rohani dan penanaman nilai-nilai moral.
4. Penegakan Hukum yang Tegas:
Memberikan hukuman berat kepada pelaku untuk menciptakan efek jera.
5. Kerja Sama Multisektoral:
Melibatkan lembaga agama, pemerintah, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, dan aparat penegak hukum.
* Membangun hubungan yang baik antara orang tua dan anak.
* Mengajarkan keterampilan seperti mengatakan “tidak” dan melaporkan kejadian yang tidak pantas.
* Membangun jaringan dukungan antara perempuan, sehingga mereka dapat saling membantu dan melindungi.
* Mengembangkan kebijakan yang mendukung pencegahan kekerasan seksual dan perlindungan korban.
Tokoh masyarakat, Oktovianus Kadja, SE, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk memberikan pencerahan dan mengurangi kejahatan ini. Sementara itu, Lely Taka, seorang pendidik, menekankan perlunya pendidikan keluarga yang kuat dan penegakan hukum yang tegas.
Semua pihak berharap agar kesadaran dan upaya kolektif dapat menghentikan kejahatan seksual yang merusak kemanusiaan ini.
(Yohanes Kupang)