BeritaHukrimKab. Pelalawan

Dugaan Penjualan Ilegal Hutan Produksi Terbatas di Pelalawan, Ketua AJPLH Siap Tempuh Jalur Hukum

×

Dugaan Penjualan Ilegal Hutan Produksi Terbatas di Pelalawan, Ketua AJPLH Siap Tempuh Jalur Hukum

Sebarkan artikel ini

Pelalawan,(CYBER24.CO.ID) – Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas sekitar 300 hektare di Dusun Kuala Renangan, Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, diduga telah dijual dan dialihfungsikan secara ilegal oleh oknum Kepala Desa dan Batin Muncak Rantau.

Informasi yang diperoleh dari sumber menyebutkan bahwa lahan tersebut kini telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, yang dikelola dalam sistem bagi hasil dengan Oknum Kepala Desa Lubuk Kembang Bungo.

“Berdasarkan kesepakatan kerjasama tanggal 17 Maret 2021, 200 hektar pola bagi hasil dengan kelompok tani 60/40 dengan bagian sebagai berikut :

Bapak Muhammad Royan (alm) dengan luas lahan lebih kurang 120 hektar, sedangkan kelompok tani dengan luas lahan 80 hektar, di mana kelompok tani mendapat pola bagi hasil dengan luas lahan 80 hektar diantaranya 40 hektar lahan yang sudah dibersihkan dan 40 hektar lahan yang belum bersih atau semak tidak terawat. Dan dikelola dibagi kembali untuk dua desa yaitu Desa Lubuk Kembang Bunga dengan luas lahan 60 hektar dan untuk Desa Gunung Melintang dengan luas lahan 20 hektar,” ungkapnya.

“Awalnya Kawasan HPT ini dijual oleh oknum Kades dan Oknum Batin Muncak Rantau Kepada Muhammad Royan (alm), dan sekarang ahli warisnya SW. Kemudian timbul kesepakatan dengan melibatkan Kelompaok Tani Kebun Pola Mitra dengan Muhammad Royan (alm) yang sekarang menjadi Kelompok Tani Agung Putra Jaya,” papar salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya. Selasa (20/5).

Pada tahun 2016 setelah dikeluarkan surat keterangan SKT oleh Kades LBK Kembang Bungo, Ir. H. Rusi Chairus Slamet,  diantaranya nama inisial SD, nomor 11/SKT/LKB-KR/2016 pada 24 Februari 2016. Kemudian SKT atas nama SS, nomor 12/SKT/LKB-KR/2016 pada tanggal 24 Februari 2016, beserta Surat serah terima lahan pada tanggal 26 Mei 2021 kepada Sdri. SW (ahli waris Bapak Alm. M. Royan) yang dilakukan oleh Jasman selaku Batin Muncak Rantau, Abbas K selaku Datuk Penghulu Sutaneah dihadapan Notaris Yanesia Utami, S.H, M.Kn, Kabupaten Rokan Hulu.

Tindakan tersebut diduga kuat merupakan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan fungsi kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah. Selain itu, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (klaster kehutanan) menegaskan sanksi pidana bagi pihak yang menguasai atau memanfaatkan kawasan hutan secara tidak sah. Perbuatan oknum tersebut juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana lingkungan hidup berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Amri Koto, Ketua DPD Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) Kabupaten Pelalawan, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melaporkan kasus ini kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau. “Ini adalah bentuk kejahatan lingkungan yang terorganisir. Negara dirugikan, masyarakat dirugikan, dan hutan kita semakin terancam,” tegas Amri.

“Kawasan HPT tersebut merupakan aset negara yang harus dikelola dan dijaga sesuai peruntukannya. Bahwa pengalihan fungsi kawasan ini tidak sah karena tidak melalui prosedur resmi, dan besar kemungkinan dilakukan dengan modus rekayasa administrasi dan konspirasi jabatan. Tindakan ini, jika terbukti di pengadilan, dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata serta penertiban seluruh hasil perkebunan yang sudah ditanam di atas kawasan HPT tersebut,” tegas Amri.

Selain laporan pidana, AJPLH juga akan mengajukan gugatan hukum untuk meminta pengembalian fungsi kawasan hutan kepada negara.

“Kami akan meminta Pengadilan untuk memerintahkan pengembalian kawasan HPT kepada pemerintah, serta pembatalan seluruh bentuk penguasaan lahan oleh pihak yang tidak sah. Hal ini penting sebagai upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap kawasan hutan yang tersisa di Riau,” ujar Amri.

Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari aset negara dengan cara melawan hukum. AJPLH mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas, mengusut tuntas dugaan keterlibatan  dan pihak lain yang terlibat, serta memastikan bahwa kawasan hutan yang telah dialihfungsikan dikembalikan kepada negara untuk dikelola sebagaimana mestinya,Bersambung,…(Tim) .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250