BeritaNTT

Mantan Akademisi Undana, Joni Ninu, Kritik Pedas Pembentukan FKPP TTS: Dinilai Prematur, Tak Berdasar, dan Berpotensi Hambat Tujuan Pemekaran Sejati

×

Mantan Akademisi Undana, Joni Ninu, Kritik Pedas Pembentukan FKPP TTS: Dinilai Prematur, Tak Berdasar, dan Berpotensi Hambat Tujuan Pemekaran Sejati

Sebarkan artikel ini

Kupang,(CYBER24.CO.ID) – Gelombang penolakan terhadap pembentukan Forum Komunikasi Percepatan Pemekaran (FKPP) Daerah Timor Tengah Selatan (TTS) semakin menguat. Kali ini, suara lantang datang dari mantan akademisi Universitas Nusa Cendana (Undana) dan pemerhati sosial politik NTT, Drs. Joni Justus Arnolus Ninu, M.Pd. Dalam pernyataan tegasnya kepada media CYBER 24 pada 28 April 2025, Joni Ninu menyebut forum yang digagas oleh sejumlah tokoh masyarakat TTS tersebut sebagai tindakan yang “prematur” dan “tanpa power” atau dasar kekuatan yang jelas.

Penolakan ini muncul setelah pertemuan sejumlah tokoh masyarakat dari tiga swapraja di Kabupaten TTS – Mollo, Amanuban, dan Amanatun – pada 27 April 2025 di Desa Tublopo, Kecamatan Amanuban Barat.

Agenda pertemuan tersebut adalah pembahasan mengenai percepatan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) dan pembentukan FKPP TTS beserta struktur kepengurusannya, dengan Alferd Baun didaulat sebagai ketua. FKPP TTS diklaim akan fokus pada pendekatan intensif dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah hingga pusat, untuk mencabut moratorium pemekaran wilayah dan memproses DOB untuk wilayah TTS menjadi tiga kabupaten: Mollo, Amanatun, dan Amanuban.

Namun, pandangan berbeda dilontarkan oleh Joni Ninu. Ia secara eksplisit menolak keberadaan FKPP TTS dan mempertanyakan kapasitas forum tersebut. “Forum tersebut berkapasitas sebagai apa?” tanyanya retoris. Ia bahkan menyerukan penghentian segala forum serupa, kecuali yang secara langsung mendukung Panitia DOB Amanatun atau DOB Amanuban yang sudah ada. Menurutnya, pihak-pihak yang tergabung dalam forum-forum percepatan justru berpotensi menjadi penghalang bagi tujuan mulia masyarakat TTS untuk memiliki daerah otonom baru. “Jangan berteriak tanpa alasan logis. Sebab nantinya akan memalukan kita orang TTS sendiri,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Joni Ninu mengurai alasan-alasan mendasar mengapa pemerintah pusat memberlakukan moratorium pemekaran kabupaten di seluruh Indonesia. Alasan-alasan tersebut meliputi keterbatasan anggaran negara yang signifikan, perlunya memastikan kualitas pemerintahan di daerah yang dimekarkan, penetapan skala prioritas pembangunan nasional, upaya mengurangi ketergantungan daerah pada pemerintah pusat dan mendorong kemandirian, peningkatan efisiensi pengelolaan pemerintahan dan pembangunan, serta kebutuhan untuk melakukan evaluasi dan penataan terhadap daerah-daerah yang telah dimekarkan sebelumnya.

Ninu menyoroti bahwa pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan DOB yang telah terbentuk. Jika ditemukan daerah otonom baru yang masih memiliki tingkat ketergantungan tinggi pada pemerintah pusat, Undang-Undang Pemerintahan Daerah (PEMDA) bahkan memungkinkan untuk dilakukan penggabungan kembali dengan kabupaten induk.

Merujuk pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Joni Ninu menjelaskan bahwa moratorium pemekaran daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Meskipun terdapat 341 usulan pembentukan DOB yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri, termasuk usulan provinsi, kabupaten, dan kota baru dalam jumlah yang fantastis, pemerintah diyakini belum berencana mencabut moratorium tersebut. Desakan dari berbagai pihak, termasuk FKPP TTS, dinilai tidak memiliki legitimasi yang kuat, terutama jika diprakarsai oleh tokoh-tokoh politik “dadakan”.

Joni Ninu menegaskan bahwa kewenangan pencabutan moratorium sepenuhnya berada di tangan Presiden setelah melalui kajian dan usulan dari para senator di DPD dan DPR RI. “Ini, kewenangan para senator dan Legislator pusat, bukan ditentukan oleh forum yang tidak jelas hanya sekadar sebagai sensasi belaka,” tandasnya. Ia menilai upaya FKPP TTS untuk mendesak pemerintah pusat membuka moratorium sebagai tindakan yang “tidak masuk akal”, mengingat pemerintah sedang melakukan kajian strategis terkait dampak positif dan negatif pemekaran DOB selama ini.

Dengan nada sinis, Joni Ninu mempertanyakan urgensi dan eksistensi FKPP TTS, “Power FKPP TTS itu urgensinya seperti apa sehingga Forum itu bisa atur pemerintah pusat? Apa dan bagaimana eksistensi forum tersebut?”

Sebagai solusi dan langkah konstruktif, Joni Ninu menyarankan agar jika moratorium dicabut, skala prioritas harus diberikan kepada DOB Amanatun. Alasannya, usulan DOB Amanatun telah lama diajukan dan “parkir di terminal Senayan” (DPR RI). Setelah Amanatun terealisasi, barulah pemerintah dan masyarakat TTS dapat mendorong DOB Amanuban. Ia secara tegas menolak gagasan pembentukan DOB lain seperti “DOB Pesisir Pantai Selatan” yang dinilainya berpotensi memicu konflik vertikal dan horizontal di masyarakat TTS. “Sekali lagi, masyarakat tidak suka dengan cara berpikir yang tidak sistematis, tidak terukur, tidak benar dan menimbulkan konflik,” tegasnya.

Lebih lanjut, mantan akademisi ini kembali meminta Bupati dan Wakil Bupati TTS serta DPRD TTS untuk memanggil Maksi Angket beserta para pendukungnya untuk melakukan klarifikasi. Pasalnya, Maksi Angket diketahui merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di kantor Camat Amanatun Utara. Joni Ninu menyampaikan bahwa banyak tokoh dan masyarakat TTS merasa tersinggung jika isu yang menyesatkan dan bertentangan dengan undang-undang moratorium terus dihembuskan.

Di akhir pernyataannya, Joni Ninu memberikan analogi yang kuat, “Ingat, bola politik sedang bergulir. Jangan ledakkan bola panas di TTS, namun saya akan menggiring bola panas itu untuk meledak di lautan Pasifik.

” Ia juga mengingatkan agar tidak mengatasnamakan etnis dari tiga swapraja untuk merusak eksistensi pemerintah Kabupaten TTS. Menurutnya, saat ini, representasi “atas nama masyarakat TTS” berada di tangan Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, dan para wakil ketua. “Sedangkan, kita yang lain, maaf, atas namakan diri kalian sendiri,” pungkas Joni Ninu.

(Yohanes)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250
error: Content is protected !!